Sabtu, 14 Februari 2009

Lumpur Lapindo Akibat Pengeboran

Entah bagaimana caranya, kebenaran akan selalu menemukan jalan untuk membuka kedok sang dusta.

Oleh : Robert Manurung

PERNYATAAN di atas, sebuah moralitas universal yang diyakini umat manusia selama ribuan tahun, kini kembali membuktikan kesaktiannya. Dan tidak tanggung-tanggung, yang bakal dipermalukan bukan hanya para pemilik dan eksekutif PT Lapindo Brantas Inc; tapi juga presiden, para menteri, dan DPR.

Selama ini mereka selalu bersikukuh, bahwa terjadinya semburan lumpur panas di Sidoarjo adalah akibat gempa bumi di Yogyakarta. Artinya, tragedi yang menenggelamkan 12 desa dan menghancurkan masa depan puluhan ribu penduduk itu adalah murni akibat bencana alam. Oleh karena itu PT Lapindo Brantas Inc, perusahaan milik Grup Bakrie yang melakukan pengeboran di sana, bolehlah bebas dari tanggung jawab.

Sekarang, kesimpulan itu harus diralat. Dan sebagai konsekuensi logisnya, PT Lapindo Brantas Inc harus membayar semua kerugian penduduk, para pemilik pabrik, dan pemerintah selaku pemilik berbagai fasilitas umum yang terkubur oleh lumpur panas itu. Pasalnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ilmuwan terkemuka dari Inggris membuktikan, semburan lumpur panas itu adalah akibat pengeboran yang dilakukan Lapindo.

Profesor Richard Davies dari Universitas Durham, Inggris, mengumumkan hasil penelitian tersebut di sebuah jurnal ilmiah. Dan berdasarkan itulah kantor berita AFP mewawancarainya, yang disiarkan Senin (9/6) lalu.

Davies dengan tegas mengatakan, semburan lumpur panas di Sidoarjo bukan akibat gempa bumi,”Tapi dipicu oleh pengeboran sumur Banjar-Panji-1”

Lumpur panas menyembur di Sidoarjo sejak 29 Mei, memang berdekatan waktunya dengan gempa bumi yang mengguncang Yogyakarta tanggal 27 Mei. Sampai sekarang, atau setelah dua tahun berlangsung, belum dilakukan tindakan apapun untuk menghentikan semburan itu di sumbernya. Yang dilakukan hanya membendung lumpur dengan membangun tanggul raksasa dari tanah, namun telah berkali-kali longsor atau jebol.

Pihak Lapindo mempersulit upaya menghentikan sumber semburan dengan menyodorkan pilihan yang mematikan, yaitu tak akan membayar sepeser pun jika upaya menyumbat semburan menemui kegagalan. Pokoknya, Lapindo tidak menyetujui semua opsi yang bertujuan mengentikan sumber semburan. Memang, menurut perkiraan, upaya penyumbatan bisa menelan biaya puluhan triliun rupiah. Kerugian itulah yang dihindari Lapindo.


Lapindo kemudian mempekerjakan sejumlah peneliti, termasuk ITS, hanya untuk meyakinkan masyarakat bahwa semburan tersebut terkait dengan gempa Yogyakarta. Mereka membangun teori, gempa tersebut telah merangsang terjadinya mud volcano atau “letusan” lumpur dari kedalaman sekitar 1 kilometer di perut bumi, yang kemudian mengalir lewat sumur-sumur Banjar-Panji-1. Dan mereka bilang, mud volcano tak mungkin bisa disumbat.

Tapi, dalam penelitian terbarunya, seperti dimuat dalam jurnal Earth Planetary Science and Letters, Prof Davies dan kawan-kawan menguraikan temuan mereka yang mematahkan teori Lapindo. Penelitian tersebut melibatkan sejumlah ahli dari Indonesia, Australia, dan Amerika Serikat.

Untuk kepentingan penelitian, para ahli tersebut memetakan dan menganalisis catatan detail kecelakaan pengeboran sumur Banjar-Panji-1. Salah satu kesimpulannya, para peneliti memastikan sampai tingkat kebenaran 99 % bahwa semburan lumpur panas Lapindo bukan gara-gara gempa Yogyakarta.

Lapindo kembali menyangkal

MENANGGAPI hasil temuan Prof Davies tersebut, petinggi Lapindo berkomentar dingin saja dan bersikap defensif, seperti yang sudah-sudah. “Siapa pun bisa membuat interpretasi atau pendapat atas terjadinya semburan lumpur tersebut,”Kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat PT Lapindo, Yuniwati Teryana kepada Koran Tempo.

Seandainya pihak Lapindo memiliki itikad baik, seharusnya mereka senang dengan jerih-payah Prof Davies dkk, karena membuka peluang untuk mendapatkan solusi menyetop semburan lumpur. Tapi tampaknya mereka sudah memutuskan untuk meyakini teori yang mereka karang sendiri, asalkan bisa menekan resiko kerugian. Mungkin mereka akan bersorak girang, seandainya temuan Davies mendukung teori mereka; kendati tidak akan menghentikan semburan lumpur panas di Sidoarjo.

Yuniwati yang sangat terampil menjawab pertanyaan wartawan, dengan mengulang-ulang jawaban defensif dari waktu ke waktu, kali ini kembali mengemukakan dalihnya yang menjemukan itu. Lapindo, katanya, telah melakukan kajian dengan para ahli. Kesimpulannya, pengeboran yang dilakukan sudah sesuai standar pengeborang yang berlaku secara nasional dan internasional.

Bukan kesimpulan baru

Sementara itu Direktur Eksekutif Walhi, Berry Nahdiah Furqan menyatakan, pendapat ilmiah yang dilontarkan Davies sudah sering diutarakan oleh ahli Indonesia. “Tapi pemerintah atau pengadilan tidak pernah mempertimbangkannya dan menjadikannya acuan dalam membuat kebijakan,” katanya.

Kendati demikian, Walhi akan mempelajari kesimpulan yang disampaikan Davies. “Mungkin saja bisa dijadikan bukti atau temuan baru,”kata Berry. Walhi pernah melakukan gugatan hukum, agar tragedi Sidoarjo dinyatakan sebagai akibat kelalaian Lapindo Brantas Inc, tapi LSM itu kalah di pengadilan.

0 komentar:

Posting Komentar

Zhar't Blogger © 2008 Template by:
TEmplates Zone