Kamis, 12 Februari 2009

Rig Anggana di Kaltim Meledak

Ada Pelanggaran dalam Eksplorasi Sumur Minyak yang Terbakar

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Jawa Tengah (Jateng) menemukan adanya pelanggaran dalam eksplorasi sumur gas milik Pertamina yang terbakar di desa Sumber Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora.
Kepala Bidang Pengembangan Teknologi Lingkungan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Jawa Tengah, Joko Sutrisno, mengatakan kepada SH, Jumat (1/3) sore, pelanggaran yang dilakukan Pertamina DOH Jabati Cepu itu adalah tidak dicantumkannya kondisi tanggap darurat dalam dokumen dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

Mengingat jarak eksplorasi sumur tersebut sangat dekat dengan pemukiman penduduk, kata Joko, kondisi tanggap darurat itu wajib dicantumkan dalam dokumen tersebut.
”Eksplorasi itu jaraknya sangat dekat dengan pemukiman penduduk, yakni hanya 75 meter. Seharusnya kondisi tanggap darurat itu tercantum dalam dokumen UKL/UPL proyek itu,” tegas Joko.
Pencantuman kondisi tanggap darurat itu, lanjutnya, diperlukan agar masyarakat sekitar tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran seperti sekarang. Joko juga melihat Pertamina tidak memberi penjelasan seputar dampak eksplorasi tersebut kepada penduduk.
”Akibatnya seperti kemarin, begitu sumur terbakar, penduduk kebingungan dan lari semua,” katanya.
Temuan Bapedal yang lain, kata Joko, yakni tingkat kebisingan sebagai akibat terbakarnya sumur itu telah berada di atas batas ambang normal. Sekarang ini, katanya, tingkat kebisingan mencapai 500 meter lebih berada di atas ambang normal baku mutu, yakni 110 desibel (db).
Padahal, ambang normal untuk kawasan pemukiman hanya 55 db dan kawasan industri hanya 58 db. Selain itu, terdapat pula kandungan asam sulfida (H2S) di udara hingga 6 pound per milimeter (ppm) yang membahayakan karena ambangnya di bawah 1 ppm.

Dijelaskan, bila seseorang berada dalam tingkat kebisingan tinggi akan mengakibatkan munculnya stress dan sejumah penyakit lainnya. ”Karena itu, penduduk di sana memang harus dijauhkan dari sumber polusi,” ujar Joko.

Salah Prosedur
Selain itu, Bapedal mencatat adanya kesalahan prosedur dalam pelaksanaan eksplorasi sumur gas di sana. Menurut Joko, Pertamina baru menyerahkan hasil kajian konsultan eksplorasi yang dilakukan Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) dua hari setelah terjadi kebakaran.
Hasil kajian itu dikenal dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). ”Seharusnya, UKL dan UPL harus sudah diberitahukan kepada Bapedal setempat, Pemda Blora hingga ke Provinsi sejak sebelum dilakukan pemboran, sehingga masyarakat tahu kemungkinan kalau terjadi hal-hal yang membahayakan dirinya,” ujar Joko.
Menanggapi temuan Bapedal di atas, pakar Lingkungan Undip Semarang, Prof Sudharto P Hadi, MES, Ph.D menegaskan, izin penambangan (eksplorasi) yang dimiliki Pertamina terhadap sumur minyak yang terbakar di Desa Sumber Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora bisa dicabut. Menurut Sudharto, pencantuman kondisi tanggap darurat memang bersifat wajib dalam setiap dokumen UKL/UPL kegiatan eksplorasi.
Hal itu merujuk UU No 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang itu juga mensyaratkan setiap kegiatan eksplorasi wajib dikaji dampaknya bagi lingkungan serta tindakan yang harus dilakukan jika terjadi kondisi darurat. Bahkan menurutnya, pencantuman itu juga harus ada dalam standard operations procedur (SOP). Apa yang terjadi dengan proyek eksplorasi sumur milik Pertamina DOH Jabati Cepu menurutnya termasuk pelanggaran. ”Jika kejadiannya seperti yang ditemukan Bapedal itu, maka izin eksplorasi sumur tersebut bisa dicabut,” tandas Sudharto, usai peluncuran buku karyanya ”Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan” di Kampus Undip Semarang, Jumat (1/3).
Namun sebelum hal itu dilakukan, lanjutnya, dalam melakukan penindakan terhadap setiap pelanggaran, pemerintah menerapkan jenjang bertingkat. Artinya, pencabutan izin baru akan dilakukan jika sanksi lain sudah dijatuhkan namun pelanggaran masih ditemukan.
Sudharto juga menyayangkan pihak Pertamina yang tidak memberitahukan masyarakat sekitar seputar dampak yang mungkin muncul dari eksplorasi itu. ”Masyarakat hanya diberitahu akan adanya aktifitas pengeboran tetapi tidak diberitahukan dampak-dampak yang akan muncul. Pola seperti itu yang tidak dibenarkan, apalagi tahu kalau masyarakat tidak memiliki power bargaining yang memadai,” ujarnya
Menurutnya, masyarakat yang dirugikan bisa saja melakukan upaya penuntutan kepada pemrakarsa produksi, yakni Pertamina akibat rusaknya lingkungan mereka serta kerugian yang diakibatkan oleh peristiwa itu. Ia menyayangkan, Pertamina hanya menggunakan pendekatan ekonomis dengan mengemukakan sejumlah nilai ganti rugi, sementara dampak ekologinya ditinggalkan.
Dihubungi terpisah, Humas Pertamina DOH Jabati Cepu, Bambang Kusyanto mengatakan segala masalah yang berkaitan dengan perijinan menjadi wewenang Pertamina Pusat di Jakarta. Dia tidak bisa memberikan keterangan lebih lanjut karena dalam hal ini pihaknya tidak tahu menahu dan hanya sebagai pelaksana teknis.

Pengeboran Miring
Sementara itu pakar Geologi Minyak Bumi dari UGM Ir Jarot Setyowiyoto MSc mengemukakan, untuk mengatasi sekaligus memadamkan nyala api akibat kebocoran sumur pengeboran monyak eksplorasi Pertamina Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Timur (DOH Jabati) Cepu itu harus menggunakan sistem pengeboran miring. Cara ini dianggap yang paling aman dan hasilnya akan lebih baik meski membutuhkan waktu yang agak lama dan biayanya cukup besar, sekitar 2 juta dolar AS lebih.
Menurut Jarot, sebenarnya selain pengeboran miring, ada juga cara lain untuk mengatasi masalah kebocoran itu yaitu dengan cara direct capping dan pendinamitan. Akan tetapi dua cara yang terakhir masih menyisakan kekhawatiran gas akan bocor lagi sehingga risiko keamanannya tinggi.
Sistem direct capping itu adalah dengan melakukan penyemprotan pada permukaan semburan api itu dengan beberapa zat kimia. Ketika api mengecil, segera dilakukan penutupan di permukaan pengeboran tersebut dengan penutup khusus. Jika penutup itu tidak mampu menahan tekanan gas dari bawah, maka usaha itu jelas gagal.
Cara lain adalah dengan ledakan dinamit. Caranya di permukaan pengeboran yang kini bocor itu diledakkan beberapa dinamit dengan harapan agar terjadi keruntuhan dan kemudian menutup seluruh pengeboran itu. Namun jika sudah runtuh ternyata semburan itu makin bertambah banyak, itu juga masih mengkhawatirkan.
Pengeboran miring menurut Jarot dilakukan dengan cara mendirikan lagi rig di sebelah pengeboran (drilling) pertama yang mengeluarkan semburan gas. Rig yang didirikan tersebut paling tidak berjarak sekitar 100 hingga 150 meter dari pengeboran pertama itu. Dari rig kedua itulah pengeboran miring dilakukan hingga menembus lorong tegak lurus sumur yang pertama yang bocor tersebut. Dari lorong miring itulah dari mata bor kemudian disemprotkan lumpur padat dengan kekentalan tinggi ke dalam sumur pertama. Jika lumpur padat itu bisa menahan semburan gas dari dalam, maka tekanan itu nanti bisa dikendalikan lagi dan pengemboran lanjutan bisa dilakukan lagi.

Rig Anggana Meledak
Sementara itu rig pengeboran minyak milik TotalFinaElf (Perancis), perusahaan kontraktor bagi hasil Pertamina di Anggana, Kabupaten Kutai Kertanegara Kalimantan Timur pukul 17.00 Wita Jum’at (1/3) meledak. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, namun 500 penduduk diungsikan.
Blow out yang menimbulkan lonjakan api sekitar 30 meter ke angkasa itu sudah berhasil dijinakkan Sabtu (2/3) pagi, tapi para ahli dari Distric Kalimantan Intensiv Enviroment (DKIE) Total handil II belum bisa mengurangi semburan gas bercampur minyak. Dan areal semburan liar masih dinyatakan tertutup.
Sedikitnya 8 sampai 10 truk digunakan untuk mengangkut 500 warga yang mengungsi ke luar desa. Aparat kepolisian dikerahkan untuk menjaga perumahan penduduk yang kosong karena menggungsi itu.
Keterangan yang diperoleh dari kalangan TotalFinaElf, ledakan berasal dari salah satu pipa gas yang memperoleh tekanan tinggi dari semburan gas liar bercampur minyak dari pengeboran di CPU. TotalFina Elf mengoperasi 141 sumur didaerah Tambora-Tunu.

0 komentar:

Posting Komentar

Zhar't Blogger © 2008 Template by:
TEmplates Zone